Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

Opini Publik Pilkada DKI Jakarta; Antara Konsep dan Profile Tokoh

Pemilihan Daerah DKI Jakarta masih setahun lagi, tetapi gaungnya sudah menyita perhatian berbagai media massa dan media sosial dalam mempublikasikannya. Hampir setiap halaman media sosial menyajikan tentang Pilkada DKI Jakarta. Berbicara politik, tidak lepas dari opini publik, sebagai proses yang menggabungkan pikiran, perasaan, dan usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas dicapainya ketertiban sosial dalam situasi yang menganung konflik, perbantahan, dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya.  Dan Nimmo (1989) menyebutkaan bahwa pikiran, perasaan, dan kesudian subjektif yang menyusun citra orang tentang politik itu berguna, setidaknya ada tiga hal yang dapat dilihat pada sudut pandang tersebut. Diantaranya, pertama, betapa pun benar atau kelirunya, lengkap atau tidaknya pengetahuan orang tentang politik, hal itu memberi jalan kepadanya u

Ekonomi Politik Media; Ketika Pengusaha Media Menjadi Politisi

P emilu 2014 merupakan pertarungan besar-besaran antara para politisi yang merangkap sebagai pengusaha media massa, seperti Aburizal Bakrie, Harry Tanoesoedibjo, Surya Paloh, Dahlan Iskan. Bahkan, Chairul Tanjung. Padahal, media massa sering disebut pilar keempat dalam demokrasi, namun sayang hal tersebut nampak seperti paradox, karena media massa bisa menjadi alat propaganda sekaligus menjadi alat penggerak sosial (massa) yang sangat efektif untuk melakukan berbagai perubahan sosial. Seperti kita ketahui, masyarakat memerlukan informasi dan juga hiburan dengan berbagai cara. Dan kebutuhan tersebut difasilitasi oleh media yang juga ingin menguatkan kedudukan ekonominya dalam sistem ekonomi masyarakat. Hubungan yang terjadi antara produsen dan konsumen ini menjadi hubungan timbal balik yang berkesinambungan, ketika media massa seperti televisi, surat kabar, dan bahkan internet tunduk pada kepentingan modal, maka kepentingan masyarakat bisa menjadi ambivalen. Kekuatan publikasi med