Langsung ke konten utama

[Celoteh] Kursi Kereta

Suatu hari ketika naik CL ke arah Pondok Ranji, saya duduk bersebelahan dengan ibu yang menggendong bayi. Bayi dalam pangkuannya sedang sakit. Mimik muka sang ibu sangat sendu, sesekali ia memberi minum bayinya dari air mineral dengan memakai selang. Tak jarang ia mengusap matanya yang menerawang bersama tetesan kepedihan.

Di stasiun berikutnya datang penumpang ibu dan anak. Sang anak duduk di sebelah saya, sedang sang ibu duduk di kursi seberang dengan keadaan duduk yang kurang nyaman. Ibu yang baru datang duduk di sebelah gadis muda yang duduk miring cukup menghabiskan banyak tempat duduk. Para penumpang lain saling melirik karena melihat seperti adanya ketidakpekaan gadis cantik tersebut.

Awalnya saya mengira sama, bahwa gadis cantik yang duduk di pojok kursi tidak peka. Namun setelah saya perhatikan, ternyata saya yang tidak peka. Gadis cantik itu sesekali menyeka matanya, tatapannya nanar menatap pintu gerbong kereta.

Astaghfirullah,... satu pembelajaran, bahwa kadang kita (terutama saya) terlalu mudah berprasangka, padahal sebenernya kita sendiri yang tidak peka dengan kondisi orang lain. Dengan duduk tersebut, sang gadis berusaha duduk nyaman, karena memang kursinya masih lapang, dan ketika datang si ibu lalu duduk, si gadis tidak sadar akan kedatangan penumpang baru.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Digitalisasi Kampung Wisata Etnik Keberagaman Pulo Geulis

Digitaliasasi kampung wisata etnik keberagaman Pulo Geulis sangat penting untuk perkembangan teknologi dan masyarakat 5.0. Budaya masa kini tidak lepas dari adanya budaya masa lalu. Hal yang menjadi proses terbentuknya budaya tidak lepas dari kebiasaan atau karakter warga dan masyarakatnya. Demikian pula dengan budaya keberagaman di Pulo Geulis, salah satu daerah yang ada di Kota Bogor. Pulo Geulis sendiri memiliki makna sebagai pulau yang cantik. Kalau dilihat secara geografisnya, Pulo Geulis berada di daerah delta yang membelah Sungai Ciliwung. Dari namanya yang geulis, membayangkan bahwa pulau ini dulunya cantik, tetapi setelah mengenalnya, ternyata pulau ini cantik bukan hanya secara sejarah, daerah, tetapi cantik juga pada karakter warganya yang mengusung toleransi keberagaman beragama. Ketika pertama kali menginjak Pulo Geulis, saya mengetahuinya sudah cukup lama karena selalu menjadi perbincangan di WAG mengenai keberagaman dalam beragamanya. Pada pulau tersebut terdapat klenten

Deklarasi Menarik, Meilina Kartika - Abdul Kholik Maju untuk Pilkada Bekasi 2017

Pesta rakyat dalam pemilihan daerah serentak 2017 sudah mulai digelar. Dengan pendaftaran calon bupati dan wakil bupati ke Komosi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) sebagai titik awal hajatan rakyat berada di titik star. Rabu, 21 September 2016, KPUD Kabupaten Bekasi menerima Meilina Kartika dan Abdul Kholik sebagai calon bupati dan wakilnya. Dengan mengusung deklarasi menarik, Meilina Kartika-Abdul Khalik maju untuk Pilkada Bekasi 2017. Deklarasi Menarik  Deklarasi Menarik menjadi hal penting dalam titik awal kampanye pemilihan yang sudah dimulai dengan pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Bekasi. Meilina Kartika dan Abdul Kholik memberi pernyataan untuk maju menuju Pilkada 2017. Menarik sendiri bisa menunjukkan sesuatu yang unik dan enguine sehingga menjadi ketertarikan atau magnet yang akan selalu membawa perubahan pada hal yang lebih baik. Namun kali ini, kata Menarik diterapkan dengan akronim dari Meilina-Abdul Kholik. Abdul Kholik memiliki nama panggilan Iik.

Sumpah Pemuda; Membentuk Karakter Pemuda

Hari ini, Senin, 28 Oktober, bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda. Ikrar sumpah ini dilakukan pada akhir Kongres Pemuda Kedua, 28 Oktober 1928. Isi dari Ikrar Sumpah Pemuda itu sebagai berikut: Pertama Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia. Kedoewa Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.  Sebuah ikrar para pemuda dalam mencintai ibu pertiwi. Sekarang ini, sumpah pemuda bukan secarik kertas yang dibaca berulang-ulang, tetapi menuntut bukti nyata para putra dan putri Indonesia, bukan janji atau sumpah simpati. Kecintaan akan negeri harus diterapkan sejak dini. Jangan sampai pemuda masa kini tak mengenal ciri khas ibu pertiwi. Terombang-ambing dari gempuran budaya asing, tanpa mengenal karakter dari budaya tanah air. Masuknya berbagai budaya asing, hendaknya anak-anak atau remaja mendapat b