Minggu, 15 Mei 2016

Waspada Jerat Narkoba di Media Sosial

Tak ada yang menyangka bahwa teknologi komunikasi akan melaju dengan sangat pesatnya. Satu individu dengan yang lainnya bisa terkoneksi dalam media internet. Ada banyak manfaat dari penggunaan internet, selain untuk mencari wawasan, pengetahuan, informasi, hiburan, bisnis dan pertemenan, internet juga bisa menjadi hal yang merugikan dan membahayakan, baik bagi pemakainya, keluarga, maupun negara. Kenapa bisa demikian?
Tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan internet, sisi baik dan buruknya satu paket, tergantung dari yang menggunakannya bak dua sisi mata uang. Salah satunya dalam bisnis Narkoba. Sindikat Narkoba memanfaatkan media sosial sebagai sarana pemasaran. Di jejaring sosial, mereka memengaruhi, merekrut konsumen baru dan memasarkannya dengan berbagai macam trik yang sifatnya memberi iming-iming yang menarik.
Banyak masyarakat di Indonesia maupun di seluruh dunia menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dan mencari kenalan baru di dunia maya hingga berlanjut pada tatap muka. Namun, terkadang tak sedikit orang yang terjebak saat mencoba menjalin komunikasi dan mencari kenalan baru dari media sosial.
Ada banyak kasus yang terjerat kasus Narkoba karena internet, seperti berita yang saya baca tentang kisah seorang warga negara China yang berinisial ZH. Ia berada dalam kurungan penjara karena terlibat dalam bisnis haram Narkoba di Indonesia. Berawal dari berkenalan melalui media sosial We Chat dengan seseorang berinisial SS. Pria berusia 28 tahun itu kemudian ditawari sebuah pekerjaan oleh SS dengan imbalan RMB 4.000 atau sekira Rp 7,6 juta untuk mengantar paket berisi mainan anak-anak ke Jakarta.

Warga negara China ini berangkat ke Indonesia membawa koper yang diberikan oleh SS dan seorang rekannya berkulit hitam. Namun sayang, setibanya di Jakarta, petugas Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta mencurigai koper yang dibawa oleh ZH. Setelah diperiksa di dalam koper tersebut terdapat tiga paket sabu dengan total berat 1.050,8 gram yang disembunyikan di sebuah bantal anak-anak. Tersangka pun mengaku hanya diminta untuk membawa koper tersebut ke sebuah hotel di kawasan Pluit, Jakarta Utara. 
Selain ZH, kasus yang menjadi korban hasil kenalan melalui media sosial juga dialami SY, warga negara Indonesia. Pria yang dulunya bekerja sebagai penjual gitar, harus berurusan dengan dunia hitam narkotika saat berkenalan dengan IF melalui Facebook.
November 2013, perkenalan SY dan IF melalui media sosial berlanjut pada pertemuan tatap muka dan bertransaksi jual beli gitar. Di sela transaksi jula beli itu, IF menawari SY untuk sebuah pekerjaan di mana SY harus mengambil sebuah perhiasaan di India dengan upah Rp5 juta rupiah. Tawaran menarik itu diterima SY. Namun, koper yang diketahui SY berisi permata ternyata berisikan sabu kristal seberat 3.122,2 gram.  Akibat perbuatannya, mereka terancam dijerat Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 atau Pasal 115 Ayat 2 junctoPasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Para pengedar tak tanggung-tanggung rela mengeluarkan biaya untuk memberangkatkan kurir hingga ke luar negeri.  Salah seorang ketua yayasan sosial berinisial IS menjadi korban jeratan kurir Narkoba. Ia membutuhkan dana untuk mengembangkan pekerjaannya. Melalui Facebook ia berkenalan dengan seseorang yang akan memberinya modal usaha asal mau mengambilnya sendiri ke Jepang. Pengedar Narkoba meyakinkan IS dengan memberi tiket pulang pergi ke Jepang.  Di sana dia disuruh untuk bertemu dengan seseorang, kemudian orang tersebut menitipkan tas kosong untuk dibawa ke Indonesia. Begitu tiba di bandara, ternyata dalam tas tersebut sudah diisi dengan sabu-sabu yang siap edar.
Perekrutan kurir narkoba melalui media sosial juga terjadi pada perempuan. Ada warga negara Austria berinisial SM. Sebelum menjadi kurir, SM berkenalan dengan pria asal Senegal yang kemudian mengiriminya uang dan mengajaknya keliling beberapa negara. Dia kemudian diminta untuk membawa koper yang berisi narkoba. SM tertangkap di Bandara Soekarno-Hatta, 9 November lalu.
Kasus-kasus di atas menjadi contoh bagi kita untuk waspada dan hati-hati ketika berselancar di media sosial.
Komunikasi di Media Sosial  
Kemajuan teknologi komunikasi telah menggiring masyarakat untuk berselancar di dunia maya atau internet. Hal ini sudah menjadi bagian dari kehidupan di dunia nyata. Internet bukan lagi dunia asing yang hanya digunakan untuk mencari informasi, tetapi telah menjadi gaya hidup modern. Tidak ada sekat dalam memperoleh informasi dan berkomunikasi sehingga memudahkan dalam saling kenal dan sapa di dunia maya. Dunia maya telah menjadikan jutaan orang di seluruh dunia terus menerus terkoneksi. Marshall McLuhan menyebutnya dengan “global village.” 
Global village ini tersalurkan dalam beberapa media sosial seperti Facebook, Youtube dan Twitter, Linkedln, Instagram, Line, Kaskus, dan Wechat. Fasilitas pada media sosial tersebut tidak hanya digunakan untuk saling berkenalan dan memberi informasi, tetapi dapat berkembang menjadi jaringan bisnis online, di antaranya bisnis Narkoba.
Kemajuan teknologi komunikasi ini banyak dimanfaatkan oleh generasi muda, mereka terbiasa bergaul dengan sesamanya menggunakan media sosial.  Ini perlu diwaspadai, karena anak-anak muda dikhawatirkan menjadi sasaran pengedaran narkoba.
Dunia media sosial ini berbeda dengan dunia nyata. Para pengguna bisa memakai nama samaran atau palsu. Era informasi yang berkembang sangat cepat dan luas telah menjadi peluang bagi para Bandar Narkoba untuk memanfaatkannya sebagai media promosi sekaligus perekrutan Narkoba. Banyak sekali modus operandi yang dilakukan para bandar-bandar narkoba melalui jejaring sosial, di antaranya:
1.        Berkenalan.
2.        Menawarkan pekerjaan.
3.        Belanja online.
4.        Menawarkan modal usaha.
5.        Menawarkan jalan-jalan gratis.

Kewaspadaan menjadi penting bagi generasi muda agar mempunyai sikap menolak ketika ada yang membujuk untuk memberi barang, pekerjaan, modal atau jalan-jalan gratis. Bahkan, dalam transaksi jual beli pun harus bersikap hati-hati.
Dari kasus di atas dapat dilihat bahwa media sosial digunakan oleh jaringan Narkoba internasional untuk merekrut seseorang menjadi kurir barang haram tersebut karena jumlah penggunaan media sosial sebagai media merekrut kurir narkoba terus meningkat tiap tahun.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sendiri mengimbau agar masyarakat mewaspadai modus baru peredaran narkoba, yakni melalui ajakan di media sosial seperti Facebook dan lain-lain.
Berdasarkan contoh kasus di atas dapat disimpulkan bahwa dalam berkomunikasi di media sosial ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan, diantaranya:
1.      Jangan membagikan foto pribadi.
2.      Jangan membagikan alamat rumah.
3.      Jangan membagikan nomor telepon.
4.      Jangan membagikan jadwal harian.
5.      Jangan membagikan nomor rekening.
6.      Jangan mudah percaya kepada orang yang baru kenal di dunia maya.
Dengan demikian, para generasi muda perlu diberi bimbingan dan perhatian khusus di dalam keluarga agar tidak terjebak dalam mencari perhatian di luar keluarga yang belum tentu positif sehingga terjebak jerat perekrutan kurir narkoba melalui media sosial.Tidak hanya itu, sebagai kehati-hatian dan waspada, mereka juga harus diberi tahu akan bahaya penyalahgunaan Narkoba.


Referensi:
www.portalkbr.com

0 Comments:

Posting Komentar