Jumat, 10 Juni 2016

Terapi Narkoba dengan Spiritualitas; Rehabilitasi Penyalahgunaan Narkoba dengan Metode Inabah

Ketika seseorang menggunakan Narkoba, sebaiknya dia melaporkannya ke IPWL, dan membawanya ke tempat rehabilitasi. Salah satu tempat rehabilitasi di tempat saya, daerah Tasikmalaya, adalah Pesantren Suryalaya. 

Pesantren Suryalaya sebagai tempat rehabilitasi Narkoba ini mengusung metode inabah. Kata inabah sendiri berasal dari Bahasa Arab, anaba-yunibu (mengembalikan). Dalam tataran tasawuf, inabah ini berkaitan dengan tobat. Seseorang yang bertobat adalah orang yang menyadari dan menyesal akan kesalahan atau dosa yang yang telah dilakukannya, serta berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan. 
Adapun inabah berarti pengembalian atau pemulihan, maksudnya proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauhi Allah ke jalan yang mendekat kepada Allah. Istilah ini digunakan dalam Al-Quran Surah Luqman ayat 15, Surah  Asy-Syura ayat 10, dan lain-lain.
Al-Daqqaq berpendapat bahwa tobat adalah sifat orang beriman, terdapat dalam Al-Quran Surah An-Nur ayat 31. Sementara inabah adalah sifat para wali dan orang-orang yang dekat dengan Allah atau muqarabbin, terdapat dalam Al-Quran Surah Az-Zumar ayat 17-18. Pada ayat tersebut, bahwa sifat orang yang inabah (munib) ialah memilih yang terbaik dari apa yang diperintahkan oleh Allah, sehingga ia memperoleh hidayah Allah dan dekat dengan-Nya.

Abah Anom (Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin) menggunakan istilah inabah menjadi metode bagi program rehabilitasi pecandu narkotika, remaja-remaja nakal, dan orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Konsep perawatan korban penyalahgunaan obat serta kenakalan remaja, dengan mengembalikan orang dari perilaku yang selalu menentang kehendak Allah atau maksiat, kepada perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah atau taat.

Metode inabah ini telah membantu merehabilitasi para pengguna Narkoba menjadi orang yang lebih baik. Keberhasilan metode inabah mendapat penghargaan “Distinguished Service Awards” dari IFNGO on Drug Abuse. Belum lagi berbagai penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia.

Metode inabah, baik secara teoretis maupun praktis didasarkan pada Al-Quran, hadis dan ijtihad para ulama. Berikut metode inabah; pertama, mandi. Mandi ini dapat memulihkan kesadaran anak bina akibat mabuk. Mandi dan wudlu akan mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk 'kembali' menghadap Allah Yang Maha Suci. Hikmah dari wudlu adalah mencuci muka yang merupakan mensucikan bagian tubuh yang mengekspresikan jiwa, mencuci lengan berarti mensucikan perbuatan, membasuh kepala berarti mensucikan otak yang mengendalikan seluruh aktifitas tubuh, serta membasuh kaki yang berarti mensucikan setiap langkah perbuatan dalam hidup.

Kedua, shalat. Anak bina yang telah dibersihkan atau disucikan melalui proses mandi dan wudlu, akan dituntun untuk melaksanakan sholat fardhu dan sunnah sesuai dengan metode inabah. Tuntunan pelaksanaan shalat fardhu dan sunnah sesuai dengan ajaran Islam dan kurikulum ibadah yang dibuat oleh Abah Anom.

Ketiga, zikir. Anak bina yang telah pulih kesadarannya diajarkan zikir melalui talqin zikir. Talqin zikir adalah pembelajaran zikir pada qalbu. Zikir tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan dengan mulut pula, melainkan harus dipancarkan dari qalbu untuk dihunjamkan ke dalam qalbu yang ditalqin. Yang dapat melakukan talqin zikir hanyalah orang-orang yang qalbunya sehat (bersih dari syirik) dan kuat (berisi cahaya ilahi).

Keempat, pembinaan. Anak bina ditempatkan pada pondok inabah guna mengikuti program Inabah sepanjang 24 jam. Kurikulum pembinaan ditetapkan oleh Abah Anom mencakup mandi dan wudlu, shalat dan zikir, serta ibadah lainnya.

Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, diberikan juga kegiatan tambahan berupa pelajaran baca Al-Quran, berdoa, tata cara ibadah, ceramah keagamaan dan olah raga. Setiap anak bina dievaluasi untuk mengetahui sejauhmana perkembangan kesehatan jasmani dan rohaninya. Evaluasi diberikan dalam bentuk wawancara atau penyuluhan oleh ustadz atau oleh para pembina inabah yang bersangkutan.

Di sini, para pengguna Narkoba dianggap seperti orang yang mabuk. Dalam tasawuf, orang yang sedang mabuk, jiwanya sedang goncang dan terganggu, sehingga diperlukan metode pemulihan (inabah).

Saat ke Tasikmalaya, saya berkesempatan berkunjung dan bertemu salah satu pembina Inabah XX, Pak Dudin. Dengan ramah, Pak Dudin memaparkan tentang metode inabah tersebut. Lebih lanjut, Pak Dudin menjelaskan bahwa ketika si pengguna Narkoba diantar keluarganya ke inabah, si pengguna Narkoba ini langsung dimandikan. Adapun jadwal keseharian bagi anak bina adalah mandi setiap pukul 13.30 WIB. Setelah mandi, kemudian shalat tobat dan shalat tahajud, terus zikir. Jam 03.00, mereka kembali tidur istirahat. Pukul 04.00, menjelang Shubuh bangun untuk shalat Shubuh, setelah itu zikir. Pukul 06.00, mereka istirahat dan sarapan, serta olah raga. Pukul 10.00, mereka pun belajar agama seperti membaca dan hapalan Al-Quran sampai Ashar, atau sekitar jam 16.00. Setelah itu mereka olah raga sampai menjelang Maghrib. Setelah Shalat Maghrib, mereka shalat sunnah dan zikir sampai Shalat Isya. Setelah itu, mereka makan malam. Dan pukul 21.00, mereka shalat hajat, lalu istirahat tidur. Demikian rutinitas terus menerus dalam metode inabah.

Pembinaan inabah ini dilakukan selama empat bulan. Setelah empat bulan, mereka dievaluasi hasilnya. Rata-rata mereka sudah lepas dari ketergantungan. Ada yang menarik dari rehabilitasi metode inabah ini bahwa anak bina sama sekali tidak boleh menyentuh lagi zat Narkoba. Mereka benar-benar putus dengan Narkoba. Apabila ada anak bina yang sakaw atau kecanduan, mereka langsung dimandikan.
Inabah 20 ini terletak di Puteran, Suryalaya, Tasikmalaya. Ada 60 anak bina yang sedang dibimbing di sini. Ada banyak tempat inabah, semua berada di bawah Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya. Sebagai salah satu pondok pesantren terkemuka di Jawa Barat, pesantren ini berusaha untuk mengatasi problematika yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini, pesantren yang berkonsentrasi pada pengajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah ini membutuhkan tempat pendidikan dan pengembangan ilmu keislaman sekaligus mensinergikan ilmu islam dengan ilmu modern. Oleh karena itu, pesantren harus memiliki lembaga pendidikan formal yang berkualitas sehingga tujuan pesantren sebagai tempat pendidikan ilmu sekuler ataupun ilmu agama dapat terpenuhi. Maka, atas usul dari H. Sewaka (Alm), mantan Gubernur Jawa Barat (1947 – 1952) dan Iwa Kusuma Sumantri (Alm), Mentri Pertahanan Republik Indonesia (1952 – 1953) kepada Abah Anom, pada 11 Maret 1961, didirikanlah sebuah yayasan dengan diberi nama, Yayasan Serba Bakti Pondok Pesantren Suryalaya.

Demikianlah, para anak bina yang direhabilitasi ini mendapat terapi dan bimbing agama dengan metode inabah. Untuk menghindari kembali ke pergaulan Narkoba, anak bina yang sekolah dianjurkan sekolah di Pesantren Suryalaya. Tidak hanya itu, pembina juga memberi pesan kepada guru sekolah atau perguruan tinggi bagi mahasiswa untuk turut membantu membina anak tersebut. Dan tentu saja, peran serta keluarga, sangat dibutuhkan bagi anak bina agar tidak kembali lagi pada jeratan Narkoba. Semoga rehabilitasi ini menjadi salah satu alternatif dan rujukan dalam terapi dan pembinaan bagi para pecandu Narkoba. 


0 Comments:

Posting Komentar